Bisnis Menggoda Si Tukang Balon
HL | 31 January 2012 | 11:05 Dibaca: 3547 Komentar: 39 3 menarik
Mengapa
yah, pakaian anak sekecil itu harganya mahal. Pula saya membenak,
pakaian perempuan kok banyak gayanya. Setiap waktu, trend berpakaian
mode terbaru memenuhi majalah wanita. Mainan para bocah sungguh laris,
pakaian dan kosmetik ibu-ibu butuh lemari tersendiri. Sebagai lelaki
saya protes, setahun palingan beli selembar-dua lembar pakaian.
Terkadang menjelang lebaran, saya kayak anak-anak saja.
Adakah yang bisa mendiamkan tangisan melolong si
kecil saat mengamuk minta mainan? di tempat ramai pula. Malu rasanya tak
membelikannya, saat anak tersayang memaksa (setengah histeris) minta
uang beli balon. Jangan protes istri Anda yang senang berbelanja, karena
memang itu urusan perempuan. Konon, istri politisi dan para artis, buat
sekadar beli parfum harus jauh-jauh ke Paris.
Aha, Pak Heri si tukang balon udara, sabang hari memberi saya kiat bisnis menarik.
“Siapakah yang paling banyak menghabiskan uang?”
“Orang kaya”
“salah!”
“Siapa Pak?”
“Perempuan dan anak-anak”
Orang kaya atau pun pengusaha, malah irit keluarkan
uang, semua serba dihitung karena mereka tahu bagaimana sulitnya
mencari sepeser rupiah. Perempuan memang senang berbelanja, modenya
butuh biaya. Memang perempuan mengurusi sesuatu yang “dikeluarkan”, ada
pun lelaki dapat jatah “memasukkan”
Anak sedari bayi, sudah dibelikan pakaian tercantik
sebab rasa kasih yang mendalam, walau sebulan saja pakaian itu tak
cocok lagi. Bahagia kelihatan si ibu jika momongannya berpakaian indah
dan lucu yang semenit kemudian basah karena pipis.
Anak disayang malah semakin menjadi, manjanya tak
ketulungan. Tak dihiraukan, bisa meraung, menangis tak henti hingga
ingusnya pun meleleh. Karena sayang, terpaksa si ibu membelikannya
mainan. Sebentar saja, mainan rusak pula.
Demikian kira-kira teori Pak Heri tentang berdagang
yang saya modifikasi dengan bahasa sendiri. Maklum, penjual balon yang
sehari-hari mangkal di sekolah taman kanak-kanak dan rumah sakit itu
hanya tamatan sekolah dasar. Bahasa Indonesianya tak memenuhi standar
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
Dilihat dari pakaiannya, kita tak bakal menyangka
bahwa Bapak yang pernah merantau ke beberapa daerah ini ternyata
memiliki anak yang bisa Ia kuliahkan. Beliau juga harus berbuat adil
untuk dua orang istri yang memberinya sembilan anak. Wah, subur juga Pak
Heri ini.
Tak juga saya menyangka, laba menjual balon yang
sering membuat anak-anak menangis ini ternyata sangat lumayan. Saya pun
heran kenapa Ia menceritrakan rahasianya kepada saya, mungkin dia tahu
bahwa saya tak mungkin menyainginya menjual balon. Tak tahulah dia,
bahwa saya pun menyukai sesuatu yang menggelembung.
Siapa tak senang jikalau usaha “ringan” seperti itu
mendatangkan untung menggelembung, hanya modal se-gope’ dapat segepok.
Bisnis balon yang pasarnya anak ingusan itu memang ampuh memaksa kasih
ibu ke anaknya berubah menjadi lembar rupiah untuk si tukang balon. tak
lebih dua hari kemudian, si balon telah berubah menjadi sampah plastik
yang sulit terurai.
Ternyata, modalnya hanya tabung gas LPJ, Soda Api, kaleng minuman
kemasan, balon dan tentunya sepeda motor untuk membonceng. Tabung gas
itu Ia dapatkan dari keluarganya yang merantau ke Malaysia.Kata Pak Heri, tabung gas Malaysia lebih tebal, besar, tak mungkin meledak dan bisa mengisi 30 – 40 balon gas. Tabung Indonesia tak perlu dicerita, karena beritanya sering meledak. Lagian tabung biru Indonesia itu, hanya berkapasitas 5-10 balon.
Wouw! ternyata gasnya, juga tak dibeli.
Pak Heri yang memiliki cacat bawaan pada kakinya karena panyakit folio
ini hanya membeli kaleng minuman berbahan aluminium. Ia mencipta gas
sendiri dengan memasukkan soda api, kaleng dan air kedalam tabung kedap
udara.
Ujung selang untuk mengisi balon pun, hanya ujung
pulpen. Butuh waktu setengah jam, gas buatan sudah siap dan balon yang
modalnya hanya Rp. 2000 itu pun terjual Rp. 10.000 untuk jenis balon
udara yang berbentuk tokoh kartun anak-anak.
Gambar Ipin dan upin kartun Malaysia paling
digemari anak-anak, juga ada model Sponge Bob, spiderman, barbie dan
lainnya. Model kartun Indonesia seperti Si Unyil tak ada. Kenapa yah?
Pak Heri bisa menjual sehari sampai 50-an balon,
cukup menguntungkan bagi saya dan benarlah kata beliau bahwa bisnis yang
berhubungan dengan anak-anak dan perempuan memang meraup laba
menggiurkan. Satu saya herankan, kenapa orang bersuku Bugis yang juga
menikah dengan orang bersuku Makassar ini bisa menjual balon, setahu
saya penjual balon atau pun mainan anak akrab dipanggil “Mas!”.
Iya, penjual mainan anak yang berdagang keliling di
Sulawesi ini banyak dilakoni para perantau kreatif dari tanah Jawa.
Demikian pula penjual makanan seperti bakso, nasi goreng, mie pangsit,
dan sari laut akan berbeda rasanya jikalau bukan racikan dari para Mbak atau Mas. Para Daeng, dalam berdagang bisanya berkapasitas truk, seperti hasil bumi, sapi, kambing dan bahan bangunan.
“saya memang belajar dari orang jawa Pak”
kata Pak Heri yang tak mau pelit berbagai rahasia kalau ada yang
bertanya, karena menurutnya, dia pun diajarkan seorang yang baik hati
bagaimana cara membuat balon gas. Usaha yang merubah hidupnya ini
ditemukan saat Ia merantau ke kota Kendari.
“Sulitnya, orang Makassar itu inginnya yang
besar-besar, padahal yang ringan seperti balon gas pun untungnya lebih
banyak daripada sekarung jagung” sambung Pak Heri mengeluarkan jurus bisnisnya.
Penjual balon yang awalnya saya kecele memanggilnya “Mas” ini,
berbincang denganku saat saya memesan balon untuk ulang tahun ke 10 dan
ke 6, dua putri kecil kesayangan kami. Ternyata, Pak Heri juga tak
protes kalau dipanggil “Mas” harusnya kan panggil “Daeng” atau “Pak”
saja karena dia bukan dari Jawa. Kenapa Ia tak protes?
“Kalau orang memanggil saya, Mas! maka orang tahu kualitas balon itu pasti bagus” kata Pak Heri dalam bahasa Indonesia bercampur Bugis.
Belajar dari yang melakoni seperti Pak Heri, akan
lebih detail daripada hanya seorang teoritis seperti saya. Ia tahu seluk
beluk bisnisnya, bagaimana strateginya, karena telah menjalaninya
bertahun-tahun. Usaha yang pasarnya perempuan dan anak-anak layak untuk
diadaptasi. Usaha apa yah? “ Setiap Orang Adalah Guruku, Setiap Tempat Adalah Sekolahku”.
Bantaeng, 31 Januari 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar